Jumat, 28 November 2008

Batam Island Seaman Community

PELAUT PILAR EKONOMI BARU

Tingginya tingkat aktivitas ekonomi dan persaingan dalam lingkup sosial khususnya Pulau Batam yang berbatasan dengan Singapura dan Malaysia, dimana pengaruh budaya asing dan ekses negative sosial atau efidemi yang sedikitnya mampu mempengaruhi perkembangan tatanan sosial yang tak terkecuali berimbas langsung pada keamanan dan ketentraman.

Free Trade Zone atau Zona perdagangan bebas yang akan di berlakukan, merupakan titik tolak dimana batasan suatu negara, yang di tinjau dari sudut ekonomi, mungkinkah ? Dimana suatu kebijakan dapat terbentuk dalam keberpihakan yang bermuara pada kontribusi sosial ekonominya itu sendiri yang menyeluruh dan merata kepada unsur tatanan masyarakat pada umumnya. Salah satu contoh sistem transportasi dimana tenaga pelaut sebagai tenaga profesionalisme yang langsung atau tidak langsung dapat memberikan andil bagi konstribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) atau Devisa Negara.

Ironis pada suatu realita di lapangan dimana posisi pekerjaan yang dapat di kerjakan Pelaut Indonesia tetapi karena penerapan kebijakan dan keberpihakan para pengusaha pelayaran dan galangan kapal, justru mempekerjakan tenaga asing atau espatariat dan di indikasikan banyaknya tenaga asing yang ilegal di pekerjakan di Pulau Batam, dan Pelaut Indonesia tetap pada posisi yang termajinalkan, sementara untuk para pelaut lokal masih dapat di temui dengan standar gaji di bawah UMR ? Eksplotasi ?

Dalam era reformasi dimana daerah terlibat langsung dalam berperan dan memajukan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tertera dalam kontek otonomi daerah, memungkinkan menghasilkan kesepakatan dalam membuat suatu agenda yang berbentuk suatu KONTRAK POLITIK, MoU, PIAGAM BAHARI, INSTITUTE JOINT CONSULT yang di bawah binaan dewan pemerintah dan para pelaku pengusaha pelayaran juga serikat pekerja pelaut.

Terlepas dari pengalaman di masa lalu dimana kekuatan massa jumlah pelaut hanya di jadikan komoditas pilitik dalam suatu kepentingan kelompok dan perorangan dengan memandang kedepan yang lebih cerah dengan suatu harapan turut membangun bangsa dan negara, para pelaut turut berkiprah dalam komunitas, lingkup sosial dengan mengedepankan profesionalisme yang terhormat.

Sekurangnya mampu memberikan iklim dan dinamika pembangunan, semangat produktifitas yang tercermin dalam suatu Archipelago Spirit yang menghasilkan nilai tambah dan keluar dari kelesuan ekonomi yang kian merosot dan mampu memberikan kebangkitan ekonomi yang baru (PILAR EKONOMI).

Dari sabang sampai merauke berjajah pulau-pulau, sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia, terbentang luas dengan ribuan pulau lainnya, dengan lautan sebagai tali pengikat, sehingga satu daerah dengan daerah lainnya, keterbatasan dan pembatasan lintas sektoral yang sebetulnya pelaut tidak dapat menkotak-kotakan suatu daerah, budaya, suku, agama, sehingga terbentuk suatu opini publik ISME pada pola pikir (LOW MINDED).

Dengan sarana dan prasarana di luar kepelautan itu sendiri, catatan beberapa kejadian yang tak tertulis dan tanpa label, menjadi suatu barometer dari suatu interaksi sosial dan merubahy tatanan sosial , awal suatu perubahan besar dunia dimana lahirnya sebuah peradaban, pelaut menjadi Pioner dan Perintis.

Seorang pelaut Colombus menemukan tanah harapan yang sekarang bernama benua amerika pada abad ke XV, di lain tempat di Persada Nusantara sendiri pada abad yang sama revolusi sosial terjadi di berbagai daerah Nusantara dengan datangnya para pelaut dan pedagang dengan membawa misi, suatu ajaran serta pemahaman kepercayaan yang efektifitas, perubahan juga terjadi dalam lingkup ekonomi, budaya, agama secara kalkulatif dan sistematis, perubahan terjadi pada zaman.

Salah satu contoh peran penting pelaut yang memberikan andil besar dalam membantu para misioneris ikut menyebarkan agama dan peradaban, sumbangsih lainnya dengan jumlah ribuan pelaut yang bekerja di luar negeri dengan standar gaji dollar merupakan suatu harapan baru bagi bangsa dan negara. Dengan tanpa pamrih dan pengakuan seperti yang di berikan pemerintah pada salah satu sektor tenaga kerja lainnya dengan embel-embel/label pahlawan devisa.

Bentuk diskriminasi sosial lainnya di tengah masyarakat dengan profesi pelaut tersirat nada miring dan image negatif mengenai tingkah polah sebagian kecil pelaut, justru para pelaut tanpa barganing position tetap menjadi komoditas sapi perahan (Objek), dari sertifikasi dan kebijakan pemerintah lainnya.

Era reformasi dimana kehancuran tatanan sosial di berbagai sektor profesi pelaut itu sendiri ikut mengalami pasang surut dalam komunitas garis besar civil soceity, fakta di lapangan atas dasar nasib para pelaut khususnya.

Bertumpuk persoalan ekonomi dan politik di tanah air, perhatian dan penanganan sosial khususnya pelaut, semakin terabaikan dan dianak tirikan, sementara nasib pelaut itu sendiri semakin terjebak dalam mencari idenditas serta perangkat hukum yang implementasinya sangat jauh, minimnya kebangkitang rasa keinginan akan perubahan untuk membangun suatu wacana, dimana peran profesi pelaut menjadi suatu aset kontribusi (Pilar) ekonomi.

Di pelajari secara seksama profesi pelaut dalam pandangan luas mampu menjadikan indikator alternatif secara legalitas merupakan aset dan juga instrument ekonomi di Indonesia.

JALASVEVA JAYAMAHE.